Jumat, 12 Juni 2009

HERMENEUTIKA


(alat tafsir teks-teks sejarah)

Telah tiba saatnya kajian sejarah pada fase penulisan. Suatu fase yang secara teoritis adalah penutup dari pelbagai permasalahan penelitian sejarah. Setelah heuristik, kritik sumber baik intern ataupun ekstern, interpretasi, dan terakhir adalah tahap penulisan sejarah. Dalam penulisan sejarah terdapat paparan, penyajian, presentasi atau penampilan yang sampai kepada para pembaca atau pemerhati sejarah. Paling tidak dalam sebuah penyajian dalam bentuk penulisan mengandung diskripsi, narasi, dan tentunya analisis.
Dalam penulisan sejarah apabila kita menemui bahasa yang sulit dan atau meragukan, maka timbullah suatu persoalan tambahan ambiguitas dalam pemaknaan. Kekhawatiran itu mungkin bersifat senganja atau tidak sengaja. Masalah hermeneutik menjadi sangat kuat apabila dapat diduga bahwa ada maksud mengatakan bahwa ia akan segera membacanya?
Hermeneutika berasal dari bahasa Yunani yang berarti penjelasan. Semula merupakan bagian dari filologi untuk mengkritisi otentitas teks. Bagi historiografi, hermeneutika merupakan alat kritik terhadap sumber-sumber sejarah. Dalam perkembangannya menjadi suatu tradisi berfikir atau refleksi filosofis yang mencoba menjelaskan konsep verstehen, atau pemahaman. Hermeneutika mencoba memahami makna sebenarnya dari sebuah dokumen, sajak, teks hukum, tindakaan manusia, bahasa, budaya asing, atau juga diri sendiri.
Menurut CLM, hermeneutika termasuk dalam kubu historikalis. Hermeneutika bertolak dari tradisi-tradisi relativisme dengan tokoh-tokoh sepeti Dilthey, Collingwood, dll. Mereka umumnya berpendapat bahwa perbuatan manusia hanya lebih sesuai sebagai bentuk kajian idiografik daripada kajian nomtetik.
Menurut Dilthey, tugas utama dari verstehen (pemahaman) adalah menghubungkan setiap ekspresi dengan peristiwa mental atau keadaan. Dia juga membagi verstehen menjadi dua bagian, yaitu pemahaman dasar dan pemahaman tinggi. Pemahaman dasar meliputi ekspresi individual, yang dapat befungsi tanpa perantara. Pemahaman tinggi berfungsi menyusun pelbagai ekspresi yang disediakan oleh pemahaman elementer sehingga menjadi suatu struktur yang saling berkaitan. Pemahaman tinggi harus menggunakan beberapa rujukan seperti inferensi berupa berfikir secara analogi atau menempatkannya di bawah suatu tipe umum.
Tradisi hermeneutika yang menjadi pembela utama pendekatan interpretif menolak kemungkinan suatu unifikasi (atas dasar-dasar empiris atau realis) antara ilmu-ilmu alam dengan kajian mengenai perbuatan, sejarah, dan masyarakat. Hermeneutika menekankan secara tegas perbedaan antara ilmu alam dengan ilmu kemanusiaan (humanisme). Asal-usul hermeneutika yang sangat panjang sebenarnya dapat dirunut sejak Arsitoteles. Hanya saja baru dianggap penting sejak Giambatista Vico yang menulis buku The New Science (1723). Vico mempertentangkan asal-usul yang berbeda antara alam denga masyarakat atau sejara. Mereka mempunyai jalan masing-masing. Dengan asumsi sebagai berikut, bahwa alam adalah ciptaan tuhan, sedangkan masyarakat dan ataupun sejarah adalah ciptaan manusia dengan inderanya.
Tambahnya lagi, manusia hanya dapat dipahami melalui sejarah karena dalam sejarah manusia dapat mengekspresikan dirinya pada waktu yang berbeda-beda. Dan dalam bentuk-bentuk ekspresi yang berbeda-beda itulah manusia secara langsung menyingkap karakter dirinya.
Seperti yang telah disinggung diatas, bahwa hermeneutika sangat erat hubungannya penafsiran teks-teks dari masa lalu dan penjelasan perbuatan manusia sebagi pelaku sejarah. Adalah menjadi tugas sejarawan untuk memahami objek kajian dengan cara menafsirkan makna-makna dari semua peristiwa, proses serta perubahan keseluruhan masyarakat manusia. Sejarawan menjadi penjelas masa lalu dengan mencoba menghayati atau menempatkan dirinya dalam diri pelaku sejarah, dalam hal ini sering disebut dengan istilah Historical Mindedness . Dalam upaya memasuki diri pelaku sejarah dan mencoba memahami apa yang dipikirkan dan diperbuat oleh pelaku sejarah, sejarawan harus juga menggunakan latar belakang kehidupan dengan seluruh pengalaman hidupnya sendiri.
Oke!! Ada dua cara dalam menghadapi teks-teks sebagai sumber sejarah. Mula-mula teksnya sendiri ditafsirkan lalu perbuatan pelaku sejarah dijelaskan. Dalam teks dicoba dilihat keterpaduan antara masa lalu yang dikaji bahan-bahan yang menjadi sumber sejarah sehingga dari penafsiran itu dapat diambil suatu sikap atau kesimpulan tertentu. Kedua, mencoba menjawab pertanyaan mengapa pelaku sejarah berbuat demikian rupa sebagai yang telah diterangkan dalam teks-teks (sumber) tersebut. Atau denga kata lain, proses hermeneutika yang menghayati dari dalam pikiran orang lain, maksudnya tidak saja untuk menafsirkan makna teks, tetapi juga untuk mencoba memahami mengapa seorang pelaku sejaran sampai berbuat seperti itu. Baik dalam kontek baik ataupun buruk.