Rabu, 10 Maret 2010

GUS JI



Gus Ji. begitulah para tetangga biasa memanggilnya. nama aslinya Raji. rumahnya tepat di jalan sebrang rumahku. aku tidak tau apa mata pencaharian asli gus ji. dia bekerja sesuai kebutuhan orang yang membtuhkan tenaganya. kasarannya "srabutan".


oh iya, "Gus" disini bukan karena dia anak seorang kyai atau ulama' tersohor di kampungku, seperti halnya yang seirng dipakai oleh salah satu ormas yang ada di indonesia. Gus memang dipakai kebanyakan penduduk di kampungku untuk memanggil orang yang lebih tua.

banyak kelebihan dipunyai oleh orang yang mempunyai kekurangan dalam hal pandangan. gus ji dari kecil memang terlahir dalam keadaan buta. mungkin karena kondisi keluarga yang sangat sederhana, maka kedua orang tuanya tidak sempat melakukan oprasi untuk kedua mata gus ji, dan ini kelihatannya lumrah terjadi di antero kampungku. meskipun demikian, banyak sekali kelebhan yang seadainya di nalar lewar logika yang sadar akan sulit terjadi

1. kemampuan membuat sangkar burung

ini adalah salah satu kelebihan diantara beberapa kelebihan yang dipunyai oleh gus ji. dia sering membuat sangkar burung sendiri. bukan sangkar dari bahan besi yang tinggal merangkai saja, tapi sangkar burung yang terbuat dari anyaman bambu, bahkan model teralis bambu yang kalau dibikin oleh orang yang normal pun akan sangat sulit. bagaimana bambu yang dipotong memanjang harus dimasukan ke dalam lobang-lobang yang telah di buat. satu demi satu,d an gus ji mampu melakukannya seolah-oleh dia dapat melihat lobang-lobang yang hanya sebesar lubang bisul kalau meletus.

2. mengambil pakan ternak dan mengambil kayu bakar
ini adalah kemampuan lain yang dimiliki oleh gus ji. seperti halnya kebanyakan penduduk di kampungku, gus ji adalah pengembala yang sangat giat. dia selalu mengambilkan pakan untuk ternak-ternaknya di hutan sebelah selatan desa. selain mengambil pakan ternak, dia juga sesekali mengambil kayu bakar di tengah belantara yang sangat luas. pernah suatu ketika, pas lagi mengambik kayu bakar, dia mendengar ada suara langkah sepatu laras panjang datang mendekatinya. tanpa pikir panjang dia langsung memanjat pohon yang terdekat dengannya. mandor kadang seenaknya saja menciduk orang yang sedang mengambik kayu di hutan, yang ditandai oleh perhutani ini. ketika mandor semakin dekat dengannya, dia sudah berada di atas pohon terdekatnya tadi. dan amanlah gus ji dari mandor yang belagu itu.

3.mengendarai sepeda
hal aneh lain yang mampu dia lakukan adalah mengendarai sepeda onthel. adalah hal yang sagat mustahil seorang buta seperti dia mampu melakukan hal semacam itu. hanya insting dan naluri yang kuat saja yang mampu membuat dia menjadi orang yang begitu sepesial di hati masyarakat kami.

itu adalah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh gus ji yang tentunta membuat orang-orang di sekitarnya terheran. ada satu kemampuan lain yang dipercaya orang-orang sebagai kelebihan utama gus ji, Raji. keanehan ini berawal ketika dia menemukan sebuah tutup panci bukit tumpang, sebelah timur desa kami. tutup itu kemudian dipercaya sebagai jimat sumber kekuatan gus ji. dengan tutup panci itu, gus ji katanya mampu membuka pintu yang dikunci hanya dengan ditiup. isu ini sudah menjadi pembiaraan sehari-hari bahwa gus ji bisa meniup pintu yang terkunci sampai terbuka.

"wah omahku ke kunci leh......."

"wes, kongkon nyebul gus ji ae, ngono ae repot!".

cletukan itu lumrah muncl di tengag masyarakar kampung ku sampai sekarang.

Gus Ji memang ajaib....

Byron Moreno: Pengadil Bermata Malas


 Italia mengalami kekalahan yang mengejutkan pada babak 16 besar Piala Dunia 2002 dari tuan rumah, Korea Selatan melalui babak perpanjangan waktu. Kekalahan Italia semakin perih karena bintang mereka, Francesco Totti juga mendapatkan hadiah kartu merah dari sang pengadil pertandingan. Selain kepada Ahn Jung Hwan, masyarakat Italia juga menimpakan kekesalan kepada sang pengadil pertandingan, Byron Moreno asal Ekuador, karena dianggap tidak becus dalam memimpin pertandingan. Naasnya, Moreno dianggap bersepakat untuk meloloskan tuan rumah ke babak selanjutnya. Cacian sampai ancaman pembunuhan pun gencar dialamatkan kepada wasit bermata malas itu.

 

Dialah yang terbaik di Ekuador

Mempunyai perawakan cukup sangar, dengan tinggi yang tidak begitu seberapa. Dialah Byron Moreno, wasit berkebangsaan Ekuador ini dipilih untuk mewakili negaranya dalam ajang Piala Dunia 2002 di Korea Selatan-Jepang. Modal bagus dia bawa dalam perhelatan akbar empat tahunan ini, yaitu sebagai wasit terbaik di negaranya.

Sebelum Piala Dunia 2002 tidak banyak yang mengenal sosok Byron Moreno. Publik lebih mengenal Piarluigi Collina dan Graham Poll sebagai wasit paling disegani penikmat bola. Collina adalah wasit jempolan asal Italia. Sudah beberapa pertandingan besar, baik nasional dan internasional, pernah dia pimpin. Setali tiga uang dengan Collina, Poll yang asli Inggris juga mempunyai segudang pengalaman dalam memimpin pertandingan. Mungkin kurang populernya eksistensi Morena (sebagai wasit) menyebabkan sangat terbatasnya sumber yang secara panjang lebar membahas tentang karirnya dalam dunia perwasitan.

Besar dengan nama lengkap Byron Aldemar Moreno Ruales. Morena dilahirkan tepat tanggal 23 November 1969 di sebuah kota di Ekuador bernama Quito. Seperti yang telah disebut di awal, bahwa dia adalah wasit tebaik Ekuador kala itu. Namun demikian wasit ini tidak pernah berhenti untuk membuat sensasi dan kontroversi. Dia pernah memberi perpanjangan waktu paling lama dalam sejarah sepakbol, 13 menit, dan yang kontroversi paling terkenal adalah ketika dia dianggap membuat konspirasi untuk memulangkan Italia lebih dulu diajang Piala Dunia 2002.

Sebuah Konspirasi Mengganjal Gli Azzuri

Status sebagai tim unggulan disematkan kepada tim nasional Italia dalam pehelatan even akbar empattahunan ini. Italia adalah finalis Piala Eropa dua tahun yang lalu, meskipun akhirnya dikalahkan oleh Prancis pad babak final di Rotterdarm melalui perpanjangan waktu. Dalam kancah Piala Dunia tidak ada yang meragukan tim nasional Italia. Bersama Jerman, Italia adalah pemegang trofi terbanyak untuk benua Eropa, masing-masing tiga kali. Tidak Cuma itu, Italia mempunyai Liga terbaik di dunia, Serie A. Dan ketika melihat susunan pemainnya, hampir tidak ada yang meragukan bahwa Italia memang pantas untuk mendapat kehormatan sebagai salah satu tim yang akan menggondol tropi bola dunia tahun ini.

Meskipun demikian ketika memasuki putaran final, Italia belum mampu menunjukkan bahwa dia adalah tim calon juara. Performanya masih begitu mengecewakan. Berada di grup G bersama Kroasia, Meksiko dan Ekuador, Italia diprediksi akan mudah melewatinya. Tetapi kenyataanya tidak seperti itu. Pertandingan pertama dapat mereka lewati dengan sempurna. Dua gol Cristian Vieri mampu menyudahi perlawanan Ekuador, masing-masing menit 7’ dan 27’. Performa apik Italia tidak berlanjut pada pertandingan selanjutnya. Kroasia yang pada pertandingan pertamanya dikalahkan oleh Meksiko berhasil menjungkalkannya dengan skor 2-1. Gol penentu kemenangan Kroasia dicetak oleh Milan Rapaic menit 76’. Sebenarnya Italia memimpin lebih dulu ketika Vieri menceploskan bola menit 55’, namun keunggulan Italia Cuma bertahan sekitar seperempat jaman. Menit 73 Ivinca Olic menyamakan kedudukan menjadi satu sama.

Kekalahan atas Kroasia ternyata tidak menjadi bahan koreksi yang baik bagi Italia. Pada pertandingan selanjutnya, Italia hampir saja terjungkal lebih dini dari Piala Dunia. Menghadapi Meksiko yang masih beberapa kelas di bawahnya Italia bermian amburadul. Sampai menit ke 84’ Italia masih tertinggal satu gol dari Meksiko. Padahal Italia membutuhkan kemenangan untuk melaju ke babak 16 besar, minimal seri dengan syarat Ekuador harus bisa mengalahkan Kroasia pada pertandingan lainnya. Untung Italia mempunyai Alex Del Piero, yang pada menit ke 85  berhasil menyamakan kedudukan menjadi imbang, 1-1. Di lain tempat, Ekuador ternyata berhasil memenangkan petandingan terakhirnya atas Kroasia, dan Italia tertolong dengan menjadi Runner Up dibawah Meksiko.

Pada babak 16 besar Italia harus betemu dengan tuan rumah bersama, Korea Selatan. Secara materi Italia jauh lebih diunggulkan dari pada Korea Selatan. Meski pada babak penyisihan Italia terlihat kurang bertaji, tapi Italia tetaplah Italia yang mempunyai mental juara dibanding tim  pupuk bawang Korea Selatan. Namun Korea patut optimis, dengan modal sebagai juaru grup cukup untuk menguatkan mental mereka sebelum menghadapi sang “calon juara” Italia. Sebagai bukti adalah keberhasilan mereka menjungkalkan portugal, yang (juga) bertabur bintang.

Pertandingan Korea Selatan melawan Italia disambut hiruk pikuk penonton tuan ruham. Seluruh stadion menjadi berwarna merah khas warna Korea Selatan. Pertandingan dipimpin oleh pengadil terbaik dari Ekuador, Byorn Moreno. Ini adalah yang kedua kalinya memimpin pertandingan di Piala Dunia setelah sebelumnya menjadi pengadil antara Amerika Serika dan Portugal.

Pada momen inilah drama tersingkirnya Italia dimulai, dan “aktornya” Byorn Moreno.

Pertandingan berjalan dengan tempo yang sangat cepat dan keras, bahkan menjurus kasar. Menit ke-4 Italia sudah mendapat hukuman pinalti setelah satu pemain Korsel dijatuhkan bek Italia dikotak terlarang, untung Buffon sigap dan pinalti Ahn Jung Hwan gagal. Tempo masih tetap tinggi sampai akhirnya Italia behasil unggul lebih dahulu lewat tandukan Cristian Vieri yang memanfaatkan umpan tendangan pojok Francesco Totti menit ke-18. Karena kerasnya tempo pertandingan, Morena sampai-sampai mengeluarkan tujuh kartu kuning dan satu kartu merah dari sakunya. Selain itu, Morena juga beberapa kali membuat sebuah keputusan kontroversial, salah satunya adalah menganulir gol Tommasi, karena dianggap telah terjadi off side terlebih dahulu.

Puncak kontroversi adalah ketika dikeluarkannya Frascesco Totti menit ke-103. Totti dianggap telah melakukan diving di depan kotak pinalti Korea Selatan. Kontak protes keras langsung dilancarkan para pemain dan ofisial tim nasional Italia, seakan tidak terima untuk kedua kalinya dikerjai oleh wasit setelah sebelumnya gol Domiano Tommasi dianulir. Totti adalah kartu As permainan Italia dalam Piala Dunia ini, dengan dikeluarkannya dia dari permainan, sudah tentu ini adalah kerugian sangat besar bagi kesebelasan dari negeri yang terkenal dengan pizza-nya ini. Italia akhirnya tersungkur lebih cepat, harapan untuk mengangkat tropi hanya tinggal impian. Namun demikian, publik Italia tidak sepenuhnya menyelahkan pemainnya. Para seporter yakin, aktor yang paling bertanggung jawab atas aib ini adalah dia yang bermata malas berkaos hitam pada pertandingan itu, Byron Moreno sang pengadil pertandingan.

Ancaman Mati dari Publik Itali.

Media italia langsung bersepekuasi bahwa ini adalah sebuah usaha, konspirasi untuk menyingkirkan Italia lebih dini dari perhelatan Piala Duni ini. Reaksi muncul dari mana-mana, termasuk jajaran kementerian Italia. “ wasit sungguh memalukan, ini benar-benar keji”, ujar Franco Frattini mewakili kementeian Italia. Tidak ketinggalan juga, masyarakat Italia, terutama seporter mereka memberi kecaman yang beraneka ragam kepada Moreno, bahkan dalam sebuah media mereka dengan tegas memberi ancaman mati kepda wasit berpostur tambun itu.

Beberapa saat setelah petandingan Italia versus Korea Selatan usai, seporter Italia membuat onar di sebuah stasion kereta di pusat kota. Namun, kerusuhan ini segera dapat dipadamkan oleh keamaan setempat dan keadaan kembali normal. Dalam aksi itu, para seporter meneriakkan sebuatan-sebutan yang menjelekkan sang wasit. “maling, maling, kamu telah mencuri petandingan ini”, kecamnya kepada Moreno.

Suara yang paling keras keluar dari media-media kenamaan asal Italia. Bruno Pizzul, seorang komentator kenamaan asal Italia mengatakan bahwa ini benar-benar sebuah pencurian. Wasit telah mencuri kemenangan dari Italia. Wasit telah melakukan hal yang sangat memalukan dalam sepak bola. Media kenamana Italia, La Gazzeta dello Sport juga membahas khusus perihal kekalahan Italia dari Korea. Tidak lupa media ini juga mengecam habis-habisan apa yang telah diberikan wasit Moreno kepada Italia, dengan menulis bahwa pertandingan ini adalah sebuah “kutukan dan sumpah serapah” kepada tim nasional Italia. “Italia pulang dari piala Dunia dengan kemarahan yang sangat besar”, tulisnya.

 

Yang paling ekstrem adalah bahwa ini konspirasi besar FIFA untuk menjegal Italia dan meloloskan tuan rumah ke babak selanjutnya. Namun FIFA membantah tudingan publik Italia ini. Melaui presidennya, Sepp Blatter FIFA mengatakan seharunya Italia harus bisa menerima kekalahan ini. Ini adalah permainan, suatu kelumrahan jika ada yang menang dan ada yang kalah. Bahkan Blatter meminta kepada publik bola Italia untuk menerima kekalahan ini apapun bentuknya, karena dengan sikap seperti ini akan semakin menunjukkan kehormatan tim nasional Italia sebagai salah satu tim yang disegani di persepakbolaan internasional.  Mengenai kepemimpinan wasit Blatter menilai tidak ada yang salah dengan kepemimpinan wasit moreno. “ wasit menjalankan tugasnya dengan baik tidak ada yang salah dengan dia (Moreno), hanya saja yang menjadi masalah adalah hakim garisnya. Dia kurang jelas ketika melihat posisi offside”, tegasnya kepada kepada BBC sport. Namun demikian dia berjanji akan segera membenahi masalah ini, dengan memilih wasit yang benar-benar mempunyai kredibilitas tinggi, “ini adalah ajang besar, dan harus dipimpin oleh wasit yang besar pula”.

Pun demikian dengan Moreno, meski mendapat kecaman yang sangat besar dari publik dan media Italia, dia kelihatan sangat tenang. Dia berujar bahwa dia tidak melakukan kesalahan ketika harus memutuskan untuk memberi kartu merah kepada bintang Italia, Francesco Totti. “saya tidak melihat tayangan ulang, tapi dia benar-benar telah melakukan diving”, tegasnya.

Walau sekuat apapun pembelaan yang diberikan Morena atas inseden kekalahan italia dari Korea, Morena tetaplah musuh bagi pecinta bola Italia, seperti halnya Ahn Jung Hwan. Dua orang itu tidak akan penah hilang begitu saja dari benak masyarakat Italia.

 

Byron Moreno: Pengadil Bermata Malas


 Italia mengalami kekalahan yang mengejutkan pada babak 16 besar Piala Dunia 2002 dari tuan rumah, Korea Selatan melalui babak perpanjangan waktu. Kekalahan Italia semakin perih karena bintang mereka, Francesco Totti juga mendapatkan hadiah kartu merah dari sang pengadil pertandingan. Selain kepada Ahn Jung Hwan, masyarakat Italia juga menimpakan kekesalan kepada sang pengadil pertandingan, Byron Moreno asal Ekuador, karena dianggap tidak becus dalam memimpin pertandingan. Naasnya, Moreno dianggap bersepakat untuk meloloskan tuan rumah ke babak selanjutnya. Cacian sampai ancaman pembunuhan pun gencar dialamatkan kepada wasit bermata malas itu.

 

Dialah yang terbaik di Ekuador

Mempunyai perawakan cukup sangar, dengan tinggi yang tidak begitu seberapa. Dialah Byron Moreno, wasit berkebangsaan Ekuador ini dipilih untuk mewakili negaranya dalam ajang Piala Dunia 2002 di Korea Selatan-Jepang. Modal bagus dia bawa dalam perhelatan akbar empat tahunan ini, yaitu sebagai wasit terbaik di negaranya.

Sebelum Piala Dunia 2002 tidak banyak yang mengenal sosok Byron Moreno. Publik lebih mengenal Piarluigi Collina dan Graham Poll sebagai wasit paling disegani penikmat bola. Collina adalah wasit jempolan asal Italia. Sudah beberapa pertandingan besar, baik nasional dan internasional, pernah dia pimpin. Setali tiga uang dengan Collina, Poll yang asli Inggris juga mempunyai segudang pengalaman dalam memimpin pertandingan. Mungkin kurang populernya eksistensi Morena (sebagai wasit) menyebabkan sangat terbatasnya sumber yang secara panjang lebar membahas tentang karirnya dalam dunia perwasitan.

Besar dengan nama lengkap Byron Aldemar Moreno Ruales. Morena dilahirkan tepat tanggal 23 November 1969 di sebuah kota di Ekuador bernama Quito. Seperti yang telah disebut di awal, bahwa dia adalah wasit tebaik Ekuador kala itu. Namun demikian wasit ini tidak pernah berhenti untuk membuat sensasi dan kontroversi. Dia pernah memberi perpanjangan waktu paling lama dalam sejarah sepakbol, 13 menit, dan yang kontroversi paling terkenal adalah ketika dia dianggap membuat konspirasi untuk memulangkan Italia lebih dulu diajang Piala Dunia 2002.

Sebuah Konspirasi Mengganjal Gli Azzuri

Status sebagai tim unggulan disematkan kepada tim nasional Italia dalam pehelatan even akbar empattahunan ini. Italia adalah finalis Piala Eropa dua tahun yang lalu, meskipun akhirnya dikalahkan oleh Prancis pad babak final di Rotterdarm melalui perpanjangan waktu. Dalam kancah Piala Dunia tidak ada yang meragukan tim nasional Italia. Bersama Jerman, Italia adalah pemegang trofi terbanyak untuk benua Eropa, masing-masing tiga kali. Tidak Cuma itu, Italia mempunyai Liga terbaik di dunia, Serie A. Dan ketika melihat susunan pemainnya, hampir tidak ada yang meragukan bahwa Italia memang pantas untuk mendapat kehormatan sebagai salah satu tim yang akan menggondol tropi bola dunia tahun ini.

Meskipun demikian ketika memasuki putaran final, Italia belum mampu menunjukkan bahwa dia adalah tim calon juara. Performanya masih begitu mengecewakan. Berada di grup G bersama Kroasia, Meksiko dan Ekuador, Italia diprediksi akan mudah melewatinya. Tetapi kenyataanya tidak seperti itu. Pertandingan pertama dapat mereka lewati dengan sempurna. Dua gol Cristian Vieri mampu menyudahi perlawanan Ekuador, masing-masing menit 7’ dan 27’. Performa apik Italia tidak berlanjut pada pertandingan selanjutnya. Kroasia yang pada pertandingan pertamanya dikalahkan oleh Meksiko berhasil menjungkalkannya dengan skor 2-1. Gol penentu kemenangan Kroasia dicetak oleh Milan Rapaic menit 76’. Sebenarnya Italia memimpin lebih dulu ketika Vieri menceploskan bola menit 55’, namun keunggulan Italia Cuma bertahan sekitar seperempat jaman. Menit 73 Ivinca Olic menyamakan kedudukan menjadi satu sama.

Kekalahan atas Kroasia ternyata tidak menjadi bahan koreksi yang baik bagi Italia. Pada pertandingan selanjutnya, Italia hampir saja terjungkal lebih dini dari Piala Dunia. Menghadapi Meksiko yang masih beberapa kelas di bawahnya Italia bermian amburadul. Sampai menit ke 84’ Italia masih tertinggal satu gol dari Meksiko. Padahal Italia membutuhkan kemenangan untuk melaju ke babak 16 besar, minimal seri dengan syarat Ekuador harus bisa mengalahkan Kroasia pada pertandingan lainnya. Untung Italia mempunyai Alex Del Piero, yang pada menit ke 85  berhasil menyamakan kedudukan menjadi imbang, 1-1. Di lain tempat, Ekuador ternyata berhasil memenangkan petandingan terakhirnya atas Kroasia, dan Italia tertolong dengan menjadi Runner Up dibawah Meksiko.

Pada babak 16 besar Italia harus betemu dengan tuan rumah bersama, Korea Selatan. Secara materi Italia jauh lebih diunggulkan dari pada Korea Selatan. Meski pada babak penyisihan Italia terlihat kurang bertaji, tapi Italia tetaplah Italia yang mempunyai mental juara dibanding tim  pupuk bawang Korea Selatan. Namun Korea patut optimis, dengan modal sebagai juaru grup cukup untuk menguatkan mental mereka sebelum menghadapi sang “calon juara” Italia. Sebagai bukti adalah keberhasilan mereka menjungkalkan portugal, yang (juga) bertabur bintang.

Pertandingan Korea Selatan melawan Italia disambut hiruk pikuk penonton tuan ruham. Seluruh stadion menjadi berwarna merah khas warna Korea Selatan. Pertandingan dipimpin oleh pengadil terbaik dari Ekuador, Byorn Moreno. Ini adalah yang kedua kalinya memimpin pertandingan di Piala Dunia setelah sebelumnya menjadi pengadil antara Amerika Serika dan Portugal.

Pada momen inilah drama tersingkirnya Italia dimulai, dan “aktornya” Byorn Moreno.

Pertandingan berjalan dengan tempo yang sangat cepat dan keras, bahkan menjurus kasar. Menit ke-4 Italia sudah mendapat hukuman pinalti setelah satu pemain Korsel dijatuhkan bek Italia dikotak terlarang, untung Buffon sigap dan pinalti Ahn Jung Hwan gagal. Tempo masih tetap tinggi sampai akhirnya Italia behasil unggul lebih dahulu lewat tandukan Cristian Vieri yang memanfaatkan umpan tendangan pojok Francesco Totti menit ke-18. Karena kerasnya tempo pertandingan, Morena sampai-sampai mengeluarkan tujuh kartu kuning dan satu kartu merah dari sakunya. Selain itu, Morena juga beberapa kali membuat sebuah keputusan kontroversial, salah satunya adalah menganulir gol Tommasi, karena dianggap telah terjadi off side terlebih dahulu.

Puncak kontroversi adalah ketika dikeluarkannya Frascesco Totti menit ke-103. Totti dianggap telah melakukan diving di depan kotak pinalti Korea Selatan. Kontak protes keras langsung dilancarkan para pemain dan ofisial tim nasional Italia, seakan tidak terima untuk kedua kalinya dikerjai oleh wasit setelah sebelumnya gol Domiano Tommasi dianulir. Totti adalah kartu As permainan Italia dalam Piala Dunia ini, dengan dikeluarkannya dia dari permainan, sudah tentu ini adalah kerugian sangat besar bagi kesebelasan dari negeri yang terkenal dengan pizza-nya ini. Italia akhirnya tersungkur lebih cepat, harapan untuk mengangkat tropi hanya tinggal impian. Namun demikian, publik Italia tidak sepenuhnya menyelahkan pemainnya. Para seporter yakin, aktor yang paling bertanggung jawab atas aib ini adalah dia yang bermata malas berkaos hitam pada pertandingan itu, Byron Moreno sang pengadil pertandingan.

Ancaman Mati dari Publik Itali.

Media italia langsung bersepekuasi bahwa ini adalah sebuah usaha, konspirasi untuk menyingkirkan Italia lebih dini dari perhelatan Piala Duni ini. Reaksi muncul dari mana-mana, termasuk jajaran kementerian Italia. “ wasit sungguh memalukan, ini benar-benar keji”, ujar Franco Frattini mewakili kementeian Italia. Tidak ketinggalan juga, masyarakat Italia, terutama seporter mereka memberi kecaman yang beraneka ragam kepada Moreno, bahkan dalam sebuah media mereka dengan tegas memberi ancaman mati kepda wasit berpostur tambun itu.

Beberapa saat setelah petandingan Italia versus Korea Selatan usai, seporter Italia membuat onar di sebuah stasion kereta di pusat kota. Namun, kerusuhan ini segera dapat dipadamkan oleh keamaan setempat dan keadaan kembali normal. Dalam aksi itu, para seporter meneriakkan sebuatan-sebutan yang menjelekkan sang wasit. “maling, maling, kamu telah mencuri petandingan ini”, kecamnya kepada Moreno.

Suara yang paling keras keluar dari media-media kenamaan asal Italia. Bruno Pizzul, seorang komentator kenamaan asal Italia mengatakan bahwa ini benar-benar sebuah pencurian. Wasit telah mencuri kemenangan dari Italia. Wasit telah melakukan hal yang sangat memalukan dalam sepak bola. Media kenamana Italia, La Gazzeta dello Sport juga membahas khusus perihal kekalahan Italia dari Korea. Tidak lupa media ini juga mengecam habis-habisan apa yang telah diberikan wasit Moreno kepada Italia, dengan menulis bahwa pertandingan ini adalah sebuah “kutukan dan sumpah serapah” kepada tim nasional Italia. “Italia pulang dari piala Dunia dengan kemarahan yang sangat besar”, tulisnya.

 

Yang paling ekstrem adalah bahwa ini konspirasi besar FIFA untuk menjegal Italia dan meloloskan tuan rumah ke babak selanjutnya. Namun FIFA membantah tudingan publik Italia ini. Melaui presidennya, Sepp Blatter FIFA mengatakan seharunya Italia harus bisa menerima kekalahan ini. Ini adalah permainan, suatu kelumrahan jika ada yang menang dan ada yang kalah. Bahkan Blatter meminta kepada publik bola Italia untuk menerima kekalahan ini apapun bentuknya, karena dengan sikap seperti ini akan semakin menunjukkan kehormatan tim nasional Italia sebagai salah satu tim yang disegani di persepakbolaan internasional.  Mengenai kepemimpinan wasit Blatter menilai tidak ada yang salah dengan kepemimpinan wasit moreno. “ wasit menjalankan tugasnya dengan baik tidak ada yang salah dengan dia (Moreno), hanya saja yang menjadi masalah adalah hakim garisnya. Dia kurang jelas ketika melihat posisi offside”, tegasnya kepada kepada BBC sport. Namun demikian dia berjanji akan segera membenahi masalah ini, dengan memilih wasit yang benar-benar mempunyai kredibilitas tinggi, “ini adalah ajang besar, dan harus dipimpin oleh wasit yang besar pula”.

Pun demikian dengan Moreno, meski mendapat kecaman yang sangat besar dari publik dan media Italia, dia kelihatan sangat tenang. Dia berujar bahwa dia tidak melakukan kesalahan ketika harus memutuskan untuk memberi kartu merah kepada bintang Italia, Francesco Totti. “saya tidak melihat tayangan ulang, tapi dia benar-benar telah melakukan diving”, tegasnya.

Walau sekuat apapun pembelaan yang diberikan Morena atas inseden kekalahan italia dari Korea, Morena tetaplah musuh bagi pecinta bola Italia, seperti halnya Ahn Jung Hwan. Dua orang itu tidak akan penah hilang begitu saja dari benak masyarakat Italia.