Rabu, 27 Oktober 2010

Catatan Buat Sebuah Lembaga Pendidikan yang disebut Pesantren

Siang itu, untuk terakhir kalinya saya mengucapkan kata perpisahan di depan ratusan wali murid yang hadir kala itu, yang menyempatkan datang untuk sekadar mendengar penuturan kepala sekolah bahwa anaknya telah lulus dengan predikat begini, begitu dan lain sebagainya dan tentuntya telah diwisuda sebagai lulusan sebuah ponpes di pinggiran kota Lamongan. Para wali itu berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Kebanyakan petani dan nelayan, namun tidak sedikit pula yang agak beruntung, menjadi pegawai negeri. Intinta kesemuanya larut dalam keharuan. Para anak mendapat pelukan hangat dari bapak dan emaknya. para wisudawan mendapat ucapan selamat dari adik-adik kelas yang sedari tadi, terlihat iri, seakan terbesit dalam hati mereka, “kapan saya menyusul mereka. Selamat jalan kakak, selamat jalan kawan”.


Sebuah kehormatan bagi saya, sebut saja saya Fulan. Kenapa? Karena hari ini—hari perpisahan—saya ditunjuk oleh kepala sekolah sebagai perwakilan kelas tiga untuk mengutarakan sepatah-dua patah kata perpisahan terakhir, sebelum melenggang-kanggkung ke lingkungan yang—menurut kawan-kawanku—lebih berliku dan berkelok. Segala persiapan telah saya atur sedimikain rupa guna menampilkan yang terbaik dalam ucapan perpisahan nanti. Diksi-diksi saya tata serapi mungkin, sesopan mungkin, dan tentunya seelegan mungkin. “Ponpes dan aliyah ini terbukti telah mampu menghasilkan generasi-generasi yang unggul, yang siap terjun ke tengah masyarakat. Maka dari itu, jangan segan-segan untuk sekali lagi menyekolahkan putra-putri bapak dan ibu di pesantren ini”, seruku dengan nada yang cukup lantang. Aplaus dan antusiasme menggema menyergapi aula yang tidak seberapa besar. Rasa bangga dan haru menyatu menjadi satu kesatuan harmonis, campur aduk tidak jelas.


Sayang, keceriaanku agak bercacat. pasalnya tidak satupun dari keluargaku mendampingiku mengarungi momen istimewa ini. Bapak dan ibuku masih begitu ngeyel untuk mengumpulkan uang guna menambah perbendaharaan, sebagai persiapanku masuk ke sebuah perguruan tinggi negeri di Yogyakarta nanti. Kakakku, saya tidak mau terlalu egois memaksakan kedatangannya ke sini hanya untuk menunggui adik bandelnya ini. Tidak ada alasan mengganggunya, karena saya tahu kesibukannya diperuntukkan hanya kepada kedua adiknya, dan tentunya untuk emak dan bapaknya. Terkecuali adikku, dia masih setia menemani abangnya, karena secara kebetulan dia satu sekolah denganku.


Sementara kawan-kawanku asik bercandagurau dengan handaitolan, sambil makan dan berbincang, saya lebih memilih untuk menghampiri adik semata wayang saya. Menegurnya. Nampaknya dia juga terlihat sesedih apa yang saya rasakan. Tidak ada keluarga, Cuma kami berdua. Sekotak nasi yang sedari tadi saya tenteng, segera saya kasihkan ke dia, sebagai modal makan siangnya nanti. Semoga itu cukup menghibur perasaannya. Sambil memberi tahu bahwa tanggal sekian saya harus segera ke Yogyakarta untuk regitrasi, saya menitipkan beberapa pesan agar dia rajin belajar, jangan boros lagi, jaga lemari (warisan) dan menyerahkan bebarap buku ajar ke dia. Jujur, saya bukan sosok yang mudah meneteskan air mata, dan kami anggap ini adalah hal yang sangat biasa, karena sedari kecil kami telah terbisa hidup jauh dari orang tua.


Seketika itu pula terbesit dalam benakku, bahwa saya masih mempunyai satu keluarga lagi, yang sudi merawatku selama kurang lebih enam tahun terakhir. Tawa dan tangis sepenuhnya saya curahkan kepadanya, ponpesku beserta santrinya, masjidnya, kiainya, kamar mandinya, dapurnya, kamar-kamar asramanya, hukumannya, keseronokannya dan semuanya. Terpatri dalam hati paling dalam sebuah kalimat “kau adalah keluarga keduaku setelah keluarga asliku”. Itu yang sampai sekarang membuatku berharap untuk segera bersua dan bercanda dengan keseronokannya itu. Ah, ponpesku. Bagaimana kabarmu sekarang? Tak terasa kau sudah mau beranjak 24 tahun.

Tabik!!!!


(jujur aku menitikkan air mata dalam tulisan yang jauh dari sempurna ini)

Kos papringan, 10 juli 2010, pukul 11.30 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar